1. Pengertian Penilaian Otentik
Penilaian Otentik adalah proses pengumpulan berbagai
data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan
belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa
mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru
mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, guru segera
bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar.
Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran,
penilaian ini tidak dilakukan di akhir periode saja (akhir semester). Kegiatan
penilaian dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran.
Mueller (2008) mengemukakan bahwa penilaian otentik
adalah suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks dunia
“nyata” yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang
memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa memunyai lebih dari satu macam
pemecahan. Dengan kata lain, asesmen otentik memonitor dan mengukur kemampuan siswa
dalam bermacam-macam kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi dalam situasi
atau konteks dunia nyata dan dalam suatu proses pembelajaran nyata. Dalam suatu
proses pembelajaran, penilaian otentik mengukur, memonitor, dan menilai semua
aspek hasil belajar
Penilaian otentik adalah suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks “dunia nyata”, yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu macam pemecahan. Dengan kata lain, assessment otentik memonitor dan mengukur kemampuan siswa dalam bermacam-macam kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi dalam situasi atau konteks dunia nyata. Dalam suatu proses pembelajaran, penilaian otentik mengukur, memonitor dan menilai semua aspek hasil belajar (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran, maupun berupa perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar selama proses pembelajaran didalam kelas maupun diluar kelas. Penilaian otentik juga disebut dengan penilaian alternatif. Pelaksanaan penilaian otentik tidak lagi menggunakan format-format penilaian tradisional (multiple-choice, matching, true-false, dan paper and pencil test), tetapi menggunakan format yang memungkinkan siswa untuk menyelesaikan suatu tugas atau mendemonstrasikan suatu performasi dalam memecahkan suatu masalah. Format penilaian ini dapat berupa : a) tes yang menghadirkan benda atau kejadian asli ke hadapan siswa (hands-on penilaian), b) tugas (tugas ketrampilan, tugas investigasi sederhana dan tugas investigasi terintegrasi), c) format rekaman kegiatan belajar siswa (misalnya : portfolio, interview, daftar cek, presentasi oral dan debat).
Penilaian otentik adalah suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks “dunia nyata”, yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu macam pemecahan. Dengan kata lain, assessment otentik memonitor dan mengukur kemampuan siswa dalam bermacam-macam kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi dalam situasi atau konteks dunia nyata. Dalam suatu proses pembelajaran, penilaian otentik mengukur, memonitor dan menilai semua aspek hasil belajar (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran, maupun berupa perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar selama proses pembelajaran didalam kelas maupun diluar kelas. Penilaian otentik juga disebut dengan penilaian alternatif. Pelaksanaan penilaian otentik tidak lagi menggunakan format-format penilaian tradisional (multiple-choice, matching, true-false, dan paper and pencil test), tetapi menggunakan format yang memungkinkan siswa untuk menyelesaikan suatu tugas atau mendemonstrasikan suatu performasi dalam memecahkan suatu masalah. Format penilaian ini dapat berupa : a) tes yang menghadirkan benda atau kejadian asli ke hadapan siswa (hands-on penilaian), b) tugas (tugas ketrampilan, tugas investigasi sederhana dan tugas investigasi terintegrasi), c) format rekaman kegiatan belajar siswa (misalnya : portfolio, interview, daftar cek, presentasi oral dan debat).
Beberapa
pembaharuan yang tampak pada penilaian otentik adalah : a) melibatkan siswa
dalam tugas yang penting, menarik, berfaedah dan relevan dengan kehidupan nyata
siswa, b) tampak dan terasa sebagai kegiatan belajar, bukan tes tradisional, c)
melibatkan ketrampilan berpikir tingkat tinggi dan mencakup pengetahuan yang
luas, d) menyadarkan siswa tentang apa yang harus dikerjakannya akan dinilai,
e) merupakan alat penilaian dengan latar standar (standard setting), bukan
alat penilaian yang distandarisasikan, f) berpusat pada siswa (student
centered) bukan berpusat pada guru (teacher centered), dan g) dapat
menilai siswa yang berbeda kemampuan, gaya belajar dan latar belakang
kulturalnya.
Dalam kaitannya dengan asesmen, Popham mengatakan bahwa
asesmen seringkali dimaksudkan sama dengan evaluasi. Kata asesmen dianggap
lebih ‘ramah’ dibandingkan dengan
evaluasi. Setelah dua puluh tahun, Popham (1995) lebih menekankan lagi bahwa
pada hakikatnya kata asesmen maupun evaluasi secara prinsip tidaklah berbeda,
dan menggunakannya dengan makna yang sama.
Menurut Salvia dan Ysseldike (1994) asesmen adalah suatu
proses mengumpulkan data dengan tujuan
agar dapat dilakukan keputusan mengenai suatu objek. Popham (1975) mengatakan
bahwa asesmen adalah suatu upaya formal untuk menentukan status objek dalam
berbagai aspek yang dinilai. Nitko (1996) mengatakan bahwa asesmen merupakan
suatu proses mendapatkan data yang
digunakan untuk pengambilan keputusan mengenai pebelajar, program pendidikan,
dan kebijakan pendidikan. Jika dikatakan ’mengases kompetensi pebelajar’, maka
itu berarti pengumpulan informasi untuk dapat ditentukan sejauh mana seorang
pebelajar telah mencapai suatu target belajar.
2. Tujuan Penilaian Otentik
2. Tujuan Penilaian Otentik
Tujuan
dari penilaian adalah untuk grading, seleksi, mengetahui tingkat penguasaan
kompetensi, bimbingan, diagnosis, dan prediksi.
- Sebagai grading, penilaian ditujukan untuk menentukan atau membedakan kedudukan hasil kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik lain. Penilaian ini akan menunjukkan kedudukan peserta didik dalam urutan dibandingkan dengan anak yang lain. Karena itu, fungsi penilaian untuk grading ini cenderung membandingkan anak dengan anak yang lain sehingga lebih mengacu kepada penilaian acuan norma (norm-referenced assessment).
- Sebagai alat seleksi, penilaian ditujukan untuk memisahkan antara peserta didik yang masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak. Peserta didik yang boleh masuk sekolah tertentu atau yang tidak boleh. Dalam hal ini, fungsi penilaian untuk menentukan seseorang dapat masuk atau tidak di sekolah tertentu.
- Untuk menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai kompetensi.
- Sebagai bimbingan, penilaian bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan.
- Sebagai alat diagnosis, penilaian bertujuan menunjukkan kesulitan belajar yang dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan. Ini akan membantu guru menentukan apakah seseorang perlu remidiasi atau pengayaan.
- Sebagai alat prediksi, penilaian bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang pendidikan berikutnya atau dalam pekerjaan yang sesuai. Contoh dari penilaian ini adalah tes bakat skolastik atau tes potensi akademik.
Dari
keenam tujuan penilaian tersebut, tujuan untuk melihat tingkat penguasaan kompetensi,
bimbingan, dan diagnostik merupakan peranan utama dalam penilaian. Untuk
mengetahui tingkat penguasaan kompetensi penilaian yang paling tepat adalah
penilaian otentik.
3. Asesmen Berbasis Kompetensi
3. Asesmen Berbasis Kompetensi
Pendidikan
adalah proses pemenusiaan manusia, maka dari itu dalam tataran yang lebih
operasioanal dapat dikatakan bahwa tuntutan pendidikan adalah terbentuknya
kompetensi pada peserta didik (terlepas dari apakah kurikulum yang sekarang
tetap digunakan atau diganti, tetapi pembentukan kompetensi adalah merupakan
suatu keharusan). Untuk itu, perlu dilakukan pembenahan dalam praktik
pembelajaran di sekolah, termasuk praktek asesmennya. Asesmen berbasis
kompetensi merupakan asesmen yang dilakukan untuk mengetahui kompetensi
seseorang. Kompetensi adalah atribut individu peserta didik, oleh karena itu
asesmen berbasis kompetensi bersifat individual; sehingga ia disebut asesmen
berbasis kelas. Untuk memastikan bahwa yang diases tersebut benar-benar adalah
kompetensi riil individu (peserta didik) tersebut, maka asesmen harus dilakukan
secara otentik (nyata, riil seperti kehidupan sehari-hari). Asesmen otentik
bersifat on-going atau berkelanjutan, oleh karena itu asesmen harus dilakukan
kepada proses dan produk belajar. Dengan demikian, asesmen berbasis kompetensi
memiliki sifat otentik, berkelanjutan,
dan individual.
Sifat-sifat
asesmen berbasis kompetensi tersebut mengindikasikan bahwa jenis tes objektif
(seperti tes pilihan ganda, benar-salah, dan lain-lain) yang dimasa lalu
mendominasi penilaian di sekolah tidak lagi relevan saat ini. Sudah saatnya
(dan secepat mungkin) proses pembelajaran ditopang secara kukuh dengan
penggunaan asesmen otentik seperti asesmen kinerja, evaluasi diri, esai,
asesmen portofolio, dan projek
Model Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Pendidikan
Karakter (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor), baik
yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran, maupun berupa
perubahan dan perkembangan aktifitas, dan perolehan belajar selama proses
pembelajaran didalam kelas maupun siluar kelas. Pada hakikatnya, kegiatan
penilaian yang dilakukan tidak semata-mata untuk menilai hasil belajar siswa
saja, melainkan juga berbagai faktor yang lain, antara lain kegiatan pengajaran
yang dilakukan itu sendiri. Artinya, berdasarkan informasi yang diperoleh dapat
pula dipergunakan sebagai umpan baik penilaian terhadap kegiatan yang dilakukan
(Nurgiyantoro, 2011:4). O’Malley dan Pierce (1996:4) mendefinisikan
authentic
assessmentsebagai berikut. “Authentic assessment is an
evaluation process that involves multiple forms of performance
measurement reflecting the student’s learning, achievement, motivation,
and attitudes on instructionally- relevant activities. Example of
authentic assessment techniques include performance assessment,
portofolio, and self-assessment”.
Jadi, asesmen otentik sangat terkait dengan upaya
pencapaian kompetensi. Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang terunjukkerjakan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam suatu
persoalan yang dihadapi. Ciri utama kompetensi adalah “able to do”,
yaitu siswa dapat melakukan sesuatu berdasarkan pengetahuan dan keterampilan
yang dipelajarinya. Melalui asesmen otentik, hal tersebut sangat mungkin untuk
diterjadikan. Oleh karena itu, KTSP dengan jelas menyarankan guru untuk
mengurangi menggunakan tes-tes objektif, utamanya untuk asesmen yang bersifat
formatif.
Penilaian otentik merupakan sebuah bentuk penilaian
yang mengukur kinerja nyata yang dimiliki siswa. Kinerja yang dimaksud adalah
aktivitas dan hasil aktivitas yang diperoleh siswa selama proses pembelajaran.
Berdasarkan pemahaman ini penilaian otentik pada prinsipnya mengukur aktivitas
yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Bertemali dengan pendidikan karakter, pendidikan karakter
bertujuan agar siswa mampu menjadi orang yang berkarakter mulia. Usaha
pengembangan karakter ini harus dilakukan secara bekesinambungan dalam proses
pembelajaran. Secara praktisnya, pembentukan dan pengembangan karakter ini
bersifat integrative dengan aktivitas belajar yang dilakukan siswa. Oleh sebab
itu, penilaian otentik pada dasarnya digunakan untuk mengkreasikan berbagai
aktivitas belajar yang bermuatan karakter dan sekaligus mengukur keberhasilan
aktivitas tersebut serta mengukur kemunculan karakter pada diri siswa.
Penilaian
(assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat
penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta
didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik.
Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar
seorang peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan
naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran
berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
4. Implementasi Asesmen Otentik
a.
Asesmen Kinerja
Asesmen kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan
berbagai bentuk tugas-tugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan
sejauhmana yang telah dilakukan dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada
kinerja (performance) yang
ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang diberikan.
Hasil yang diperoleh merupakan suatu hasil dari unjuk kerja tersebut.
Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam proses.
Artinya, hasil-hasil kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan program
itu digunakan sebagai basis untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai
perkembangan dari satu pencapaian program tersebut.
Terdapat tiga komponen utama dalam
asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja (performance
task), rubrik performansi (performance
rubrics), dan cara penilaian (scoring
guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas,
deskripsi tugas, dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan
suatu rubrik yang berisi komponen-komponen suatu performansi ideal, dan
deskriptor dari setiap komponen tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga,
yaitu (1) holistic scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan impresi penilai
secara umum terhadap kualitas performansi; (2) analytic scoring, yaitu
pemberian skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi terhadap suatu
performansi; dan (3) primary traits scoring, yaitu pemberian skor
berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performansi.
b.
Evaluasi Diri
Menurut Rolheiser dan Ross (2005) evaluasi diri adalah suatu cara untuk melihat kedalam
diri sendiri. Melalui evaluasi diri peserta didik dapat melihat kelebihan
maupun kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan
(improvement goal). Dengan demikian, peserta didik lebih
bertanggungjawab terhadap proses dan pencapaian tujuan belajarnya.
Salvia dan
Ysseldike (1996) menekankan bahwa refleksi dan evaluasi diri merupakan cara
untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership), yaitu timbul suatu pemahaman
bahwa apa yang dilakukan dan dihasilkan peserta didik tersebut memang merupakan
hal yang berguna bagi diri dan kehidupannya.
Rolheiser
dan Ross (2005) mengajukan suatu model teoretik untuk menunjukkan kontribusi
evaluasi diri terhadap pencapaian tujuan. Model tersebut menekankan bahwa,
ketika mengevaluasi sendiri performansinya, peserta didik terdorong untuk
menetapkan tujuan yang lebih tinggi (goals).
Untuk itu, peserta didik harus melakukan usaha yang lebih keras (effort). Kombinasi dari goals dan effort ini menentukan prestasi (achievement);
selanjutnya prestasi ini berakibat pada penilaian terhadap diri (self-judgment) melalui kontemplasi
seperti pertanyaan, ‘Apakah tujuanku telah tercapai’? Akibatnya timbul reaksi (self-reaction) seperti ‘Apa yang aku
rasakan dari prestasi ini?’
Goals,
effort, achievement, self-judgment, dan self-reaction dapat terpadu untuk membentuk kepercayaan
diri (self-confidence) yang positif.
Kedua penulis menekankan bahwa sesungguhnya, evaluasi diri adalah kombinasi
dari komponen self-judgment dan self-reaction dalam model di atas. Model
tersebut digambarkan dalam bagan berikut
![]() |
Evaluasi
diri adalah suatu unsur metakognisi yang sangat berperan dalam proses belajar.
Oleh karena itu, agar evaluasi dapat berjalan dengan efektif, Rolheiser dan
Ross menyarankan agar peserta didik dilatih untuk melakukannya. Kedua peneliti
mengajukan empat langkah dalam berlatih melakukan evaluasi diri, yaitu: (1)
libatkan semua komponen dalam menentukan kriteria penilaian, (2) pastikan semua
peserta didik tahu bagaimana caranya menggunakan kriteria tersebut untuk
menilai kinerjanya, (3) berikan umpan balik pada mereka berdasarkan hasil
evaluasi dirinya, dan (4) arahkan mereka untuk mengembangkan sendiri tujuan dan
rencana kerja berikutnya.
Untuk langkah pertama, yaitu
menentukan kriteria penilaian. Guru mengajak peserta didik bersama-sama
menetapkan kriteria penilaian. Pertemuan dalam bentuk sosialisasi tujuan
pembelajaran dan curah pendapat sangat tepat dilakukan. Kriteria ini dilengkapi
dengan bagaimana cara mencapainya. Dengan kata lain, kriteria penilaian adalah
produknya, sedangkan proses mencapai kriteria tersebut dipantau dengan
menggunakan ceklis evaluasi diri. Cara mengembangkan kriteria penilaian sama
dengan mengembangkan rubrik penilaian dalam asesmen kinerja. Ceklis evaluasi
diri dikembangkan berdasarkan hakikat tujuan tersebut dan bagaimana
mencapainya.
c.
Esai
(Tes)
esai menghendaki peserta didik untuk mengorganisasikan, merumuskan, dan
mengemukakan sendiri jawabannya. Ini berarti peserta didik tidak memilih
jawaban, akan tetapi memberikan jawaban dengan kata-katanya sendiri secara
bebas.
Tes esai dapat digolongkan menjadi
dua bentuk, yaitu tes esai jawaban terbuka (extended-response) dan
jawaban terbatas (restricted-response) dan hal ini tergantung pada
kebebasan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengorganisasikan atau
menyusun ide-idenya dan menuliskan jawabannya. Pada tes esai bentuk jawaban
terbuka atau jawaban luas, peserta didik mendemonstrasikan kecakapannya untuk:
(1) menyebutkan pengetahuan faktual, (2) menilai pengetahuan faktualnya, (3)
menyusun ide-idenya, dan (4) mengemukakan idenya secara logis dan koheren.
Sedangkan pada tes esai jawaban terbatas atau terstruktur, peserta didik lebih
dibatasi pada bentuk dan ruang lingkup jawabannya, karena secara khusus
dinyatakan konteks jawaban yang harus diberikan oleh peserta didik. Esai
terbuka/tak terstruktur merupakan bentuk asesmen otentik.
Tes esai memiliki potensi untuk
mengukur hasil belajar pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks. Butir
tes esai memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menyusun, menganalisis,
dan mensintesiskan ide-ide, dan peserta didik harus mengembangkan sendiri buah
pikirannya serta menuliskannya dalam bentuk yang tersusun atau terorganisasi.
Kelemahan esai adalah berkaitan dengan penskoran. Ketidakkonsistenan pembaca
merupakan penyebab kurang objektifnya dalam memberikan skor dan terbatasnya
reliabilitas tes. Namun hal ini dapat diminimalkan melalui penggunaan rubrik
penilaian, dan penilai ganda (inter-rater).
d.
Asesmen Portofolio
Portofolio adalah sekumpulan artefak
(bukti karya/kegiatan/data) sebagai bukti (evidence)
yang menunjukkan perkembangan dan pencapaian suatu program. Penggunaan
portofolio dalam kegiatan evaluasi sebenarnya sudah lama dilakukan, terutama
dalam pendidikan bahasa. Belakangan ini, dengan adanya orientasi kurikulum yang
berbasis kompetensi, asesmen portofolio menjadi primadona dalam asesmen
berbasis kelas.
Perlu dipahami bahwa sebuah
portofolio (biasanya ditaruh dalam folder) bukan semata-mata kumpulan bukti
yang tidak bermakna. Portofolio harus disusun berdasarkan tujuannya. Wyatt dan
Looper (2002) menyebutkan, berdasarkan tujuannya sebuah portofolio dapat berupa
developmental portfolio, bestwork portfolio, dan showcase portfolio. Developmental portfolio disusun demikian rupa sesuai dengan
langkah-langkah kronologis perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu,
pencatatan mengenai kapan suatu artefak dihasilkan menjadi sangat penting,
sehingga perkembangan program tersebut dapat dilihat dengan jelas. Bestwork portfolio adalah portofolio
karya terbaik. Karya terbaik diseleksi sendiri oleh pemilik portofolio dan
diberikan alasannya. Karya terbaik dapat lebih dari satu. Showcase portfolio adalah portofolio yang lebih digunakan untuk
tujuan pajangan, sebagai hasil dari suatu kinerja tertentu.
Bagaimanakah asesmen portofolio membantu memantau pencapaian
target kompetensi? Asesmen portofolio adalah suatu pendekatan asesmen yang
komprehensif karena: (1) dapat mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor
secara bersama-sama, (2) berorientasi baik pada proses maupun produk belajar,
dan (3) dapat memfasilitasi kepentingan dan kemajuan peserta didik secara
individual. Dengan demikian, asesmen portofolio merupakan suatu pendekatan
asesmen yang sangat tepat untuk menjawab tantangan KBK.
Asesmen portofolio mengandung tiga elemen pokok yaitu: (1)
sampel karya peserta didik, (2) evaluasi diri, dan (3) kriteria penilaian yang
jelas dan terbuka.
(1) Sampel Karya Peserta didik
Sampel karya
peserta didik menunjukkan perkembangan belajarnya dari waktu ke waktu. Sampel
tersebut dapat berupa tulisan/karangan, audio atau video, laporan, problem
matematika, maupun eksperimen. Isi dari
sampel tersebut disusun secara sistematis tergantung pada tujuan pembelajaran,
preferensi guru, maupun preferensi peserta didik. Asesmen portoflolio menilai
proses maupun hasil. Oleh karena itu proses dan hasil sama pentingnya. Meskipun
asesmen ini bersifat berkelanjutan, yang berarti proses mendapatkan porsi
penilaian yang besar (bandingkan dengan asesmen konvensional yang hanya menilai
hasil belajar) tetapi kualitas hasil sangat penting. Dan memang, penilaian
proses yang dilakukan tersebut sesungguhnya memberi kesempatan peserta didik
mencapai produk yang sebaik-baiknya.
Isi folder adalah berbagai produk yang dihasilkan oleh
peserta didik, baik yang berupa bahan/draf maupun karya (terbaik), dan disebut
entri (entry). Sumber informasi dapat
diperoleh dari tes maupun non-tes (dengan tes objektif diupayakan minimal).
Bahan non-tes antara lain karya (artefak), rekaman, draf, kinerja, dan
lain-lain yang dapat menunjukkan perkembangan peserta didik sebagai pebelajar.
Catatan dan bahan evaluasi-diri juga merupakan bagian dalam folder.
(2) Evaluasi Diri dalam Asesmen Portofolio
O’Malley dan
Valdez Pierce (1994) bahkan mengatakan bahwa ‘self-assessment is the key to portfolio’. Hal ini disebabkan karena
melalui evaluasi diri peserta didik dapat membangun pengetahuannya serta
merencanakan dan memantau perkembangannya apakah rute yang ditempuhnya telah
sesuai. Melalui evaluasi diri peserta didik dapat melihat kelebihan maupun
kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement goal). Dengan demikian
peserta didik lebih bertanggungjawab terhadap proses belajarnya dan pencapaian
tujuan belajarnya.
Evaluasi
diri dalam asesmen portofolio persis sama dengan evaluasi diri yang dibahas
dalam bagian b. di atas. Memang,
asesmen portofolio adalah asesmen otentik yang paling komprehensif dalam
khasanah asesmen otentik karena melibatkan jenis-jenis asesmen yang lain
seperti asesmen kinerja dan esai.
(3) Kriteria Penilaian yang Jelas dan Terbuka
Bila pada
jenis-jenis asesmen konvensional kriteria penilaian menjadi ‘rahasia’ guru atau
pun tester, dalam asesmen portofolio justru harus disosialisasikan kepada
peserta didik secara jelas. Kriteria tersebut dalam hal ini mencakup prosedur
dan standar penilaian. Para ahli menganjurkan bahwa sistem dan standar asesmen
tersebut ditetapkan bersama-sama dengan peserta didik, atau paling tidak
diumumkan secara jelas. Rubrik penilaian yang digunakan guru untuk menilai
kinerja peserta didik (misalnya, kriteria penilaian kemampuan menulis)
(4) Model Asesmen Portofolio
Untuk
memperoleh gambaran komprehensif melalui asesmen portofolio, diperlukan suatu
pendekatan yang dapat mewakili keseluruhan proses asesmen. Wyaatt III dan
Looper (1999) mengembangkan suatu model
portofolio yang diakronimkan menjadi CORP, yang meliputi (1) collecting,
yaitu pengumpulan data seperti karya-karya serta dokumen-dokumen lain termasuk
draft, (2) organizing, yaitu proses penyusunan dan pemilihan data-data
itu menurut aturan yang diinginkan, seperti secara kronologi, berdasarkan focus,
atau karya terbaik (3) reflecting, yaitu refleksi terhadap proses
belajar yang telah dilalui serta evaluasi atas karya sendiri, dan (4) presenting,
yaitu menampilkan semua hasil seleksi dan refleksi tersebut dalam suatu dokumen
yang seringkali disebut folder.
Folder
portofolio merupakan bahan yang akan diases oleh guru. Pada umumnya, beberapa
hal yang harus ada dalam folder portofolio adalah (1) cover letter,
yaitu rangkuman dari apa yang telah dibuat peserta didik sebagai bukti hasil
belajarnya, (2) daftar isi portofolio, (3) entri (dengan tanggal pada setiap
entri). Entri dibedakan menjadi dua, yaitu entri wajib dan entri pilihan; (4)
draf setiap entri (untuk pemantauan proses yang dilalui), dan (5) refleksi dan
evaluasi diri.
Berikut ini
adalah modifikasi dari model asesmen portofolio oleh Moya dan O’Malley (1994).
Model tersebut (Portfolio Assessment
Model) disesuaikan dengan tiga komponen pembelajaran, yaitu Perencanaan,
Pelaksanaan, dan Analisis.
a). Perencanaan
(1)
Menentukan tujuan dan
fokus (standar kompetensi, kompetensi dasar, kriteria keberhasilan)
(2)
Merencanakan isi
portofolio, yang meliputi pemilihan prosedur asesmen, menentukan isi/topik, dan
menetapkan frekuensi dan waktu dilakukannya asesmen.
(3)
Mendesain cara
menganalisis portofolio, yaitu dengan menetapkan standar atau kriteria
penilaian, menetapkan cara memadukan hasil penilaian dari berbagai sumber, dan
menetapkan waktu analisis.
(4)
Merencanakan penggunaan
portofolio dalam pembelajaran, yaitu berupa pemberian umpan balik.
(5)
Menentukan prosedur
pengujian keakuratan informasi, yaitu menetapkan cara mengetahui reliabilitas
informasi dan validitas penilaian.
b). Implementasi model (terpadu dengan pembelajaran)
(1)
Mengumumkan tujuan dan fokus pembelajaran kepada peserta didik.
(2)
Menyepakati prosedur asesmen yang digunakan serta kriteria penilaiannya.
(3) Mendiskusikan cara-cara yang perlu dilakukan untuk
mencapai hasil maksimal.
(4)
Melaksanakan asesmen portofolio (folder, evaluasi diri)
(4)
Memberikan umpan balik terhadap karya dan evaluasi diri
c). Analisis portofolio peserta didik
(1)
Mengumpulkan folder
(2)
Menganalisis berbagai sumber dan bentuk informasi
(3)
Memadukan berbagai informasi yang ada
(4)
Menerapkan kriteria penilaian yang telah disepakati
(5)
Melaporkan hasil asesmen
Projek, atau seringkali disebut
pendekatan projek (project approach)
adalah investigasi mendalam mengenai suatu topik nyata. Dalam projek, peserta
didik mendapat kesempatan mengaplikasikan keterampilannya. Pelaksanaan projek
dapat dianalogikan dengan sebuah cerita, yaitu memiliki awal, pertengahan, dan
akhir projek. Karena itu, projek biasanya memiliki tiga fase utama, yaitu:
(1)
Fase Perencanaan; dalam fase ini guru menyusun suatu Tugas Projek yang
berisi: tema atau topik projek, dan petunjuk tentang apa yang mesti dilakukan
oleh peserta didik. Biasanya, sebelumnya hal-hal tersebut di atas didiskusikan
dulu oleh guru dengan peserta didik.
Merupakan
penilaian kepada siswa dalam
mengontrol
proses dan
memanfaatkan/menggunakan
bahan untuk
menghasilkan
sesuatu, kerja praktik atau kualitas
estetik
dari sesuatu yang mereka produksi.
Contoh:
Kerja
artistik (menggambar, melukis, kerajinan),
makanan,
pakaian, produk yg terbuat dari kayu,
metal, plastik, keramik
Produk
(hasil karya) adalah penilaian yang meminta peserta didik
menghasilkan
suatu hasil karya. Penilaian produk dilakukan terhadap
persiapan, pelaksanaan/proses pembuatan, dan
hasil.
1. Pengertian
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam.
Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
* Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
* Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
* Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
2. Teknik Penilaian Produk
Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.
Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.
Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal.
Penilaian produk adalah penilaian
terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk.
Penilaian produk meliputi penilaian
kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti:
makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang
terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam. (Ramlan Arie, 2011)
Penilaian adalah pengambilan suatu keputusan
terhadap sesuatu dengan ukuran baik atau buruk. Penilaian bersifat kualitatif.
Sedangkan produk adalah sesuatu yang dihasilkan. Jadi penilaian hasil kerja
siswa adalah penilaian terhadap keterampilan siswa dalam membuat suatu produk
benda tertentu dan kualitas produk tersebut. (M.Nur Ampana Lea, 2011)
Penilaian hasil kerja siswa (Product
Assessment) adalah penilaian terhadap keterampilan siswa dalam membuat
suatu produk benda tertentu dan kualitas produk tersebut. (Hesty Borneo, 2012)
Tahapan
Penilaian Produk
Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap
tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
·
Tahap
persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan,
menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
·
Tahap pembuatan
produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi
dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
·
Tahap penilaian
produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan peserta didik
sesuai kriteria yang ditetapkan. (Ramlan Arie, 2011)
Tiga tahapan yang harus diperhatikan yaitu
tahap perencanaan atau perancangan, tahap produksi, dan tahap akhir. Semua
harus dilakukan oleh siswa meskipun terdiri atas beberapa yang berbeda tetapi
semua itu merupakan suatu proses yang padu. Berhubung ketiga tahap itu
merupakan proses yang padu, maka guru bisa saja melakukan penilaian tentang
kemampuan siswa dalam memilih teknik kerja pada tahap produksi dan pada tahap
akhir.
3 komentar:
kq ga da mba. kunjungin blog q ya http://technobasespace.blogspot.com
> udah de.. tp ni masih tetep gatot ^^
mba ini tulisan penilaian otentik di atas dikutip dari buku apa ya?? pengarangnya dan tahun terbitnya ??
trima kasih ^-^
Posting Komentar